PEKANBARU (JB)– Tradisi Petang Megang kembali digelar di Pekanbaru untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Namun, tahun ini ada yang berbeda—tak ada arak-arakan, tak ada balimau di tepian Sungai Siak.
Petang Megang bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga refleksi diri, membersihkan jiwa dan raga agar memasuki Ramadan dengan hati yang bersih.

Ziarah ke Makam Marhum Pekan, Menghormati Sang Pendiri Kota
Acara yang berlangsung pada Jumat (28/2) petang ini digelar di sekitar Masjid Raya Pekanbaru, Senapelan. Prosesi dimulai dengan ziarah ke Makam Marhum Pekan, pendiri Kota Pekanbaru.
Peziarah memanjatkan doa-doa sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Marhum Pekan dalam sejarah kota ini. Makam yang terletak di sisi Masjid Senapelan itu menyimpan kisah perjuangan dan nilai-nilai keagamaan yang menginspirasi banyak orang.
Balimau Simbolis, Tradisi Penyucian Diri
Setelah ziarah, dilakukan balimau simbolis menggunakan air kembang tujuh rupa, yang melambangkan penyucian diri sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
Acara ini juga melibatkan anak-anak yatim, yang dengan senyum riang dan doa tulus turut meramaikan prosesi. Bagi mereka, Petang Megang bukan sekadar tradisi, tetapi juga momen kebersamaan yang membawa kebahagiaan.
“Balimau bukan sekadar mandi, tetapi simbol penyucian diri. Kita membersihkan hati, menyambut Ramadan dengan jiwa yang bersih,” ujar salah satu peserta yang mengikuti prosesi.
Pemkot Pekanbaru: Petang Megang adalah Warisan Leluhur
Pj Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, Zulhelmi Arifin, menjelaskan bahwa Petang Megang adalah tradisi masyarakat Melayu Riau yang menjadi simbol penyucian diri, baik lahir maupun batin sebelum menjalankan ibadah puasa.
“Tradisi ini adalah warisan leluhur dan bentuk persiapan diri, baik secara fisik maupun spiritual, sebelum memasuki bulan Ramadan,” kata Zulhelmi Arifin.
Ia juga menegaskan bahwa Petang Megang merupakan agenda tahunan Pemkot Pekanbaru sebagai wujud nyata dalam melestarikan budaya lokal.
“Tradisi ini harus kita dukung agar tetap lestari, tak lekang oleh waktu, dan tetap menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat Pekanbaru,” pungkasnya.