PEKANBARU – Di tengah riuh tepian Narosa, seorang bocah berusia 9 tahun menari di ujung perahu panjang (jalur) milik tim Putri Anggun Sibiran Tulang. Gerakan spontannya yang penuh karisma tidak hanya memicu sorak penonton, tetapi juga melahirkan tren “Aura Farming” yang mendunia di media sosial.
Fenomena Aura Farming yang Mendunia


Tren yang awalnya populer di TikTok ini menyebar cepat setelah atlet PSG dan maskot AC Milan menirukan gaya khas “anak coki” – sebutan untuk penari cilik di ujung jalur. Video-video viral tersebut telah mencatat jutaan views, mengangkat popularitas Pacu Jalur Kuansing ke panggung internasional.
Raja Muhammad Deprian dari tim juara 2024 menjelaskan:
*”Gerakan mereka spontan, muncul saat tim unggul. Ini hiburan sekaligus penyemangat bagi pendayung yang lelah.”*
Makna Filosofis di Balik Tarian
Bagi masyarakat Kuansing, anak coki bukan sekadar penghibur:
– Simbol semangat dan kemenangan
– Representasi kelincahan dan keberanian
– Penghubung antara tim dengan penonton
Ripaldi, warga Kuantan Mudik, menegaskan:
*”Setiap gerakan mengandung filosofi gotong-royong dan penghormatan pada leluhur. Viralnya tren ini menyemangati kami untuk even Agustus mendatang.”*
Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya
Kadispar Riau Roni Rakhmat mengungkapkan kebanggaannya:
– Perahu berukuran 25-40 meter ini diawaki 40-60 pendayung
– Merupakan puncak acara budaya tahunan di Kuansing
– Tahun 2024 diikuti 225 tim dengan hadiah total Rp575 juta
*”Viralnya Aura Farming membuktikan kearifan lokal kita punya daya tarik universal. Ini momentum emas untuk pariwisata Riau,”* tegas Roni.
Dampak Positif bagi Masyarakat
1. **Peningkatan Wisata**: Antusiasme penonton diprediksi meningkat 40% untuk even Agustus 2025
2. **Ekonomi Kreatif**: Munculnya merchandise terkait anak coki
3. **Pelestarian Budaya**: Minat generasi muda belajar menjadi anak coki meningkat
4. **Promosi Global**: Pacu Jalur masuk dalam radar event budaya internasional
Even yang akan digelar 23-26 Agustus 2025 ini diharapkan menjadi ajang pembuktian bahwa tradisi lokal mampu beradaptasi dengan zeitgeist era digital tanpa kehilangan jati diri.