Pekanbaru (JB) – Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) Republik Indonesia, Prof. Brian Yuliarto, PhD, mengadakan kunjungan kerja ke Universitas Lancang Kuning (Unilak) pada hari Sabtu, 28 Juni 2025. Kunjungan ini bertujuan untuk mendukung peningkatan akses dan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
Prof. Brian disambut langsung oleh Ketua Yayasan Pendidikan Raja Ali Haji, Prof. Dr. Irwan Effendi, serta Rektor Unilak, Prof. Dr. Junaidi, beserta jajaran lainnya. Kegiatan ini diadakan dalam bentuk dialog dengan tema “Mewujudkan Pendidikan Inklusi, Aksesibilitas, dan Kesetaraan di Perguruan Tinggi,” bersama anggota Komisi X DPR RI, Dr. Hj. Karmila Sari.

Dalam kesempatan tersebut, Mendiktisaintek memberikan apresiasi terhadap langkah yang diambil oleh Unilak, dan menegaskan bahwa negara telah memiliki landasan hukum yang kuat sejak tahun 1990-an untuk mewujudkan kesetaraan pendidikan, termasuk bagi individu disabilitas. Ia mengacu pada UU No. 8 Tahun 2016 yang mengatur tentang pendidikan inklusif, UU No. 20 Tahun 2003 tentang hak atas pendidikan yang setara, serta Permendikbud Ristek Tahun 2023 yang mewajibkan pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD).
Prof. Brian menjelaskan bahwa dari 4.000 perguruan tinggi yang ada di Indonesia, hanya 149 yang telah memiliki ULD dan hanya 249 perguruan tinggi yang menerima mahasiswa disabilitas, dengan total 3.582 mahasiswa disabilitas di seluruh negeri. Unilak diakui sebagai salah satu percontohan aktif dalam pengembangan layanan bagi disabilitas.
Dia juga menegaskan komitmennya untuk memberikan dukungan, termasuk rekomendasi kerja bagi lulusan disabilitas dan menawarkan beasiswa LPDP bagi yang berprestasi. “Pendidikan seharusnya tidak membedakan,” tegasnya, diiringi penampilan tari Randai Kuantan dari mahasiswa disabilitas yang turut serta dengan Menteri dan para tamu undangan.
Rektor Unilak, Prof. Dr. Junaidi, mengucapkan terima kasih atas kehadiran Menteri dan menyoroti komitmen Unilak sejak tahun 2022 dalam menerima mahasiswa disabilitas. Ia menjelaskan bahwa Unilak telah membuka Program Studi Pendidikan Khusus, bahkan di tengah moratorium, demi memberikan kesempatan pendidikan yang lebih baik.
“Sebagian besar mahasiswa disabilitas di Unilak memilih Program Studi Bisnis Digital. Mereka mendapatkan beasiswa dari Adiks, Pemda, dan Unilak, serta didukung oleh Pusat Layanan Psikologi dan Disabilitas serta program relawan mahasiswa,” tambahnya.
Meskipun demikian, Prof. Junaidi juga mengakui adanya tantangan besar dalam penempatan kerja bagi lulusan disabilitas. Ia menyerukan pentingnya perubahan sudut pandang, dari sekadar melihat keterbatasan menjadi menyoroti kemampuan, serta menekankan perlunya kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan sektor swasta untuk menciptakan kemandirian ekonomi bagi individu disabilitas.