PEKANBARU (JB)– Pengurus Masjid Paripurna Agung Ar-Rahman Kota Pekanbaru menggelar Lomba Pemilihan Da’i Cilik (Pildacil) dan Tahfidz Cilik, Rabu (12/3/2025). Kegiatan ini mendapat apresiasi dari Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, yang menilai acara ini sebagai bagian dari upaya memperkuat syiar Islam dan memperkaya aktivitas dakwah di masjid.
Apresiasi disampaikan oleh Wali Kota Pekanbaru, H. Agung Nugroho, melalui Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setdako Pekanbaru, Masykur Tarmizi, S.STP, M.Si, yang hadir dalam acara tersebut.

“Masjid Agung Ar-Rahman telah menjadi rujukan bagi masjid-masjid lain dalam pengelolaan serta penyelenggaraan program keislaman. Kegiatan ini tidak hanya menyemarakkan Ramadan, tetapi juga membuka peluang bagi masjid untuk terus aktif sepanjang tahun dengan berbagai program bermanfaat,” ujar Masykur.
Menurutnya, Pemko Pekanbaru optimistis bahwa dengan kepengurusan masjid yang baru, sinergi antara pemerintah, ulama, dan masyarakat akan semakin erat.
“Ketika kolaborasi ini berjalan baik, saya yakin Pekanbaru bisa menjadi kota yang lebih baik, mewujudkan visi sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur,” tambahnya.
Membangun Keberanian dan Kecintaan terhadap Dakwah
Ketua Harian Pengurus Masjid Paripurna Agung Ar-Rahman Pekanbaru, Dr. Muhammad Subli, mengungkapkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk membangun keberanian dan kecintaan anak-anak terhadap dakwah serta Al-Qur’an.
“Ajang ini diperuntukkan bagi anak-anak usia 7 hingga 12 tahun sebagai wadah bagi mereka untuk berlatih berbicara di depan umum sekaligus mengasah kemampuan menghafal Al-Qur’an,” ujarnya.
Lomba ini diikuti oleh peserta dari berbagai sekolah di Pekanbaru tanpa dipungut biaya. Mereka berkompetisi dalam dua kategori utama:
✅ Lomba Pidato Da’i Cilik (Pildacil)
✅ Lomba Tahfidz Cilik Juz Amma
Peserta terbaik akan mendapatkan penghargaan hingga peringkat enam besar, termasuk tiga kategori juara harapan.
Kriteria Penilaian: Bukan Sekadar Berbicara
Muhammad Subli menjelaskan bahwa perlombaan ini tidak hanya menilai kemampuan berbicara, tetapi juga menitikberatkan pada penguasaan materi, ekspresi, dan intonasi.
“Ketika peserta berbicara tentang syukur, maka isi pidatonya harus sesuai dengan tema tersebut. Selain itu, ekspresi wajah juga harus mendukung pesan yang disampaikan. Jika membahas tentang neraka, maka ekspresi yang ditunjukkan harus mencerminkan kesedihan, bukan kegembiraan. Intonasi suara juga menjadi salah satu aspek penilaian utama,” jelasnya.
Setiap peserta diberikan waktu maksimal tujuh menit untuk menyampaikan materi dakwah mereka.
“Kegiatan ini bertujuan untuk melatih anak-anak agar berani tampil di depan umum serta lebih peka terhadap lingkungan sosial mereka,” tutupnya.