JB– Pangulu Istana merupakan jabatan tertinggi dalam bidang keagamaan pada masa Kerajaan Mataram Islam. Jabatan ini dipegang oleh sosok yang memiliki pengaruh besar dan penguasaan ilmu agama yang mendalam. Selain memimpin upacara keagamaan, seorang Pangulu juga bertugas mendoakan keselamatan negara dan keluarga raja, menguatkan prosesi pelantikan raja baru, serta memberikan pengajaran agama kepada keluarga kerajaan.
Tugas dan Peran Pangulu

Pangulu Istana menjalankan tugas utamanya di dalam keraton, namun tempat tinggal mereka biasanya berada di dekat Masjid Besar Negara, yang umumnya terletak di alun-alun. Masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial, sedangkan keraton memiliki masjid khusus bagi keluarga raja dan para punggawa.
Pangulu Istana juga dikenal sebagai Pengulu Ageng atau Pengulu Besar, membawahi jabatan pengulu di tingkat administratif yang lebih rendah, seperti kewedanaan, kabupaten, hingga kelurahan. Peran ini menunjukkan hierarki keagamaan yang terstruktur pada masa Mataram Islam.
Pengaruh Spiritual dan Politik
Dalam pandangan masyarakat Jawa, para ulama keraton tidak hanya dianggap sebagai pemimpin agama, tetapi juga orang yang memiliki kekuatan magis dan karisma spiritual. Mereka dianggap ahli dalam berbagai ilmu gaib, termasuk nujum (astrologi) dan mantera.
Pengaruh mereka juga kerap terlihat dalam urusan politik dan militer. Misalnya, saat Perang Cina di Kartasura, ulama seperti Haji Mahbub dan Haji Mataram berperan sebagai penafsir mimpi untuk menentukan strategi militer. Bahkan, keputusan penyerangan terhadap musuh sering kali didasarkan pada nasihat para ulama, yang dianggap mahir dalam ilmu perhitungan waktu.
Ulama Berpengaruh di Era Mataram
Buku Babad Pakepung mencatat nama-nama ulama keraton seperti Bahman, Nursaleh, Wirodigjo, dan Panengah yang memiliki pengaruh besar terhadap Sunan Pakubuwono IV. Para ulama ini sering memberikan nasihat penting, yang bahkan dapat memengaruhi kebijakan pemerintahan dan arah politik kerajaan.
Warisan Jabatan Keagamaan
Jabatan Pangulu Istana mencerminkan hubungan erat antara agama, budaya, dan kekuasaan di era Mataram Islam. Kehadiran ulama di lingkungan keraton tidak hanya memperkuat aspek spiritual kerajaan, tetapi juga menunjukkan bagaimana agama menjadi bagian integral dari struktur pemerintahan dan kehidupan masyarakat.